Sabtu, 01 Desember 2012

BAB 2

  BAB 2 


  Investasi adalah penempatan uang atau dana dengan harapan untuk memperoleh tambahan atau keuntungan tertentu atas uang atau dana tersebut. Menurut Abdul Halim (2005: 2), “Investasi selalu memiliki dua sisi, yaitu return dan risiko”. Dalam Berinvestasi berlaku hukum bahwa semakin tinggi return yang ditawarkan maka semakin tinggi pula risiko yang harus ditanggung investor. Investor bisa saja mengalami kerugian bahkan lebih dari itu bisa kehilangan semua modalnya. Hal ini mungkin dapat menjelaskan mengapa tidak semua investor mengalokasikan dananya pada semua instrumen investasi yang menawarkan return yang tinggi (Sawidji Widoatmodjo, 2004: 7).

  Diantara berbagai instrumen pasar modal, saham merupakan instrumen investasi yang memiliki tingkat return dan risiko yang tinggi. Nilai transaksi atau yang dalam istilah pasar modal lebih dikenal sebagai nilai kapitalisasi yang tinggi mengindikasikan potensi perolehan laba yang tinggi. Disisi lain return atas investasi saham yaitu dividen dan capital gain lebih sulit diprediksi, sehingga investor harus melakukan analisis saham guna memperoleh keuntungan yang diharapkan (Surono subekti, 2002: 5).

A. Peneliti investasi

  Menurut Darsono (2005:57), “dalam mengukur tingkat profitabilitas, Investor biasanya lebih tertarik dengan ukuran profitabilitas dengan menggunakan dasar saham yang dimiliki”. Salah satu pendekatan dalam penilaian saham adalah pendekatan PER (P/E Ratio Approach). Penggunaan PER dalam strategi investasi saham biasanya mengkaitkan rasio PER dengan nilai intrinsik (intrinsic value) atau nilai fundamental (fundamental value) yang merupakan nilai seharusnya dari suatu saham yang diperkirakan berdasarkan model penilaian saham (Jogiyanto, 1998: 104). Model penilaian saham merupakan suatu mekanisme untuk mengubah serangkaian variabel perusahaan (misalnya penjualan, laba dan dividen) yang diamati menjadi perkiraan tentang harga saham (Abdul Halim, 2003: 16). Analisis dan penilaian harga saham menggunakan PER akan menghasilkan saham-saham yang disebut harganya terlalu rendah (undervalued), wajar (fairly valued), atau terlalu tinggi (overvalued) (Siddharta Utama dan Anto Yulianto Budi Santosa, 1998: 128).

  Price earning ratio digunakan untuk mengukur nilai perusahaan pada saat tertentu berdasar laba yang dicapainya yang dihitung dengan membagi harga saham di pasar dengan labanya. Dengan mengetahui price earning ratio suatu perusahaan diketahui posisi saham relatif terhadap saham-saham lainnya. Secara umum dikatakan bahwa price earning ratio yang rendah mengindikasikan murahnya harga saham, sehingga layak untuk dibeli (Surono Subekti, 2002: 35). Namun demikian, ada kalanya investor tetap membeli saham yang memiliki price earning ratio tinggi kalau investor tersebut percaya pada potensi perkembangan beberapa tahun kemudian (Jaka E Cahyono, 2000: 153).

  Dalam menilai saham dengan price earning ratio, pemodal dan analis sekuritas diharapkan memahami faktor fundamental perusahaan sebagai pedoman untuk menilai price earning ratio sehingga kewajaran harga saham dapat dinilai juga. Sesuai dengan pandangan bahwa harga saham mencerminkan harapan para investor atau pasar terhadap prospek suatu perusahaan, maka faktor-faktor yang mempengaruhi harga pasar saham, juga akan berpengaruh terhadap price earning ratio. Maka pendekatan lain dalam menilai harga saham adalah dengan mencari faktor-faktor yang mempengaruhi price earning ratio secara nyata, kemudian dibuat suatu model untuk menilai price earning ratio perusahaan dimasa yang akan datang, sehingga dapat dinilai pula kewajaran harga suatu saham perusahaan (Winto Praditya, 2004:8).

  Penelitian mengenai price earning ratio pernah dilakukan oleh Inggit Kusuma Wijaya (2006) yang meneliti tentang Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi price earning ratio Perusahaan LQ 45 di Bursa Efek Jakarta 2002- 2004. Pada penelitiannya, Inggit Kusuma Wijaya menggunakan variabel independen seperti Growth (tingkat pertumbuhan laba), Sd Growth (standar deviasi tingkat pertumbuhan laba), ROI (Return on Investment), FLEV (Financial Leverage) dan ROE (Return on Equity) dan variabel independen Price Earning Rati. Hasil Penelitiannya menyatakan bahwa hanya variabel Sd Growth (deviasi standar pertumbuhan laba) yang tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap PER. Variabel Growth (tingkat pertumbuhan laba), ROI (Return on Investment), dan ROE (Return on Equity) berpengaruh signifikan terhadap variabel PER.

  Mustafa Kamal Fasa (2004) dengan mereplikasi model Whitbeck dan Kisor (1963) menggunakan variabel independen DPR (Payout Ratio), tingkat pertumbuhan laba (Growth Rate in Earning) dan standar deviasi tingkat pertumbuhan laba (Standar Deviation in EPS Change)dan variabel dependen Price earning ratio menemukan hanya DPR (Dividend Payout Ratio) saja yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap PER. Winto Praditya (2004) menganalisis variabel-variabel independen yang diduga mempengaruhi PER, yaitu: DPR, ROE, total assets, EPS, dan leverage, menemukan hanya variabel DPR saja yang mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap PER.

  Penelitian-penelitian diatas menunjukkan hasil yang belum konsisten, sehingga peneliti tertarik untuk meneliti kembali price earning ratio dalam kaitannya dengan model penilaian saham. Sampai pada batas tertentu penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian-penelitian terdahulu, terutama penelitian yang dilakukan oleh Mustafa Kamal Fasa dan Inggit Kusuma Wijaya. Variabel yang digunakan dalam penelitian dikembangkan dari penelitian kedunya, meliputi: likuiditas, leverage, dividen dan profitabilitas dan price earning ratio.

  Dari uraian diatas maka penulis mengambil judul “Pengaruh Current Ratio, Leverage, Dividen Payout Ratio dan Profitabilitas Terhadap Price Earning Ratio Pada Perusahan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2005- 2008.” dalam penelitian ini.

B. Perumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan diatas, penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut: “Apakah ada pengaruh current ratio, leverage, dividend payout ratio dan return on equity terhadap price earning ratio baik secara parsial dan simultan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2005-2008?.”

C. Tujuan Penelitian

  Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat apakah ada pengaruh current ratio, leverage, dividend payout ratio dan return on equity terhadap price earning ratio baik secara parsial dan simultan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2005-2008.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfat penelitian yang diperoleh dalam penelitian ini ditujukan untuk peneliti selanjutnya, investor dan emiten.

1. Peneliti selanjutnya, untuk menambah wawasan tentang prilaku pasar modal khususnya mengenai price earning ratio perusahaan.

2. Investor, penelitian ini bermanfaat untuk referensi dalam menentukan strategi investasinya.

3. Emiten, hasil penelitian ini bermanfaat sebagai bahan pertimbangan dalam strategi penciptaan nila bagi pemegang saham (stockholder).

E. Analisis Investasi ada berbagai Metode, Metode yang biasa digunakan yaitu :

1. Payback Period

  Payback Period merupakan salah satu metode perhitungan Capital Budgeting yang relatif sederhana. Menurut Arifin dan Fauzi (1999:12) bahwa: "Metode ini merupakan penentuan jangka waktu yang dibutuhkan untuk menutup initial investment dari suatu proyek dengan menggunakan cash inflow yang dihasilkan oleh proyek tersebut".

  Sedangkan menurut Usnan dan Suwarsono (1994;208) berpendapat bahwa : "Payback Periode metode yang mengukur seberapa cepat investasi bisa kembali dalam satuan Tahun. Dari kedua pengertian diatas, maka dapatlah disimpulkan bahwa payback period adalah waktu yang diperlukan (dalam Satuan Tahun) untuk mengembalikan investasi yang telah ditanamkan oleh penanam modal berdasarkan cash Inflow yang dihasilkan oleh suatu proyek.

  Cara untuk mengambil keputusan dengan metode ini adalah membandingkan payback period investasi yang diusulkan dengan umur ekonomis aktiva, apabila payback period lebih pendek dari pada umur ekonomis aktiva maka rencana investasi dapat diterima, sedangkan apabila payback period lebih panjang dari pada umur ekonomis aktiva maka rencana investasi ditolak.

2. Metode “Internal Rate of Return”

Metode ini untuk membuat peringkat usulan investasi dengan menggunakan tingkat pengembalian atas investasi yang dihitung dengan mencari tingkat diskonto yang menyamakan nilai sekarang dari arus kas masuk proyek yang diharapkan terhadap nilai sekarang biaya proyek atau sama dengan tingkat diskonto yang membuat NPV sama dengan nol.

2.1 RUMUS!

  Apabila Ao adalah investasi pada periode 0 dan A1 sampai An adalah aliran bersih dari periode 1 sampai n, maka metode IRR semata mata mencari discount factor yang menyamakan A0 dengan A1 sampai An. Penerimaan atau penolakan usulan investasi ini adalah dengan membandingkan IRR dengan tingkat bunga yang disyaratkan (required rate of return). Apabila IRR lebih besar dari pada tingkat bunga yang disyaratkan maka proyek tersebut diterima, apabila lebih kecil diterima. Kelemahan secara mendasar menurut teori memang hampir tidak ada, namun dalam praktek penghitungan untuk menentukan IRR tersebut masih memerlukan penghitungan NPV

2.1A Internal Rate of Return (IRR)

Ukuran kedua yang sering digunakan dalam analisis manfaat finansial adalah internal rate of return (IRR) atau tingkat pengembaliandari investasi. IRR menunjukan tingkat discount rate atau tingkat keuntungan dari investasi yang menghasilkan NPV sama dengan nol.

Untuk mengitung IRR digunakan rumus sebagai berikut:

3.1 RUMUS

  Kriteria penilain digunakan tingkat bunga bank. Jadi, jika IRR ??tingkat bunga bank, maka usaha yang direncanakan atau yang diusulan layak untuk dilaksanakan, dan jika sebaliknya usaha yang direncanakan tidak layak untuk dilaksanakan.

3.1A Internal Rate of Return (IRR)

  Teknik perhitungan dengan IRR banyak digunakan dalam suatu analisis investasi, namun relatif sulit untuk ditentukan karena untuk mendapatkan nilai yang akan dihitung diperlukan suatu 'trial and error' hingga pada akhirnya diperoleh tingkat bunga yang akan menyebabkan NPV sama dengan nol. IRR dapat didefinisikan sebagai tingkat bunga yang akan menyamakan present value cash inflow dengan jumlah initial investment dari proyek yang sedang dinilai.

  Dengan kata lain, IRR adalah tingkat bunga yang akan menyebabkan NPV sama dengan nol, karena present value cash inflow pada tingkat bunga tersebut akan sama dengan initial investment. Suatu usulan proyek investasi akan ditetima jika IRR > cost of capital dan akan ditolak jika IRR < cost of capital. Perhitungan IRR untuk pola cash flow yang bersifat seragam (anuitas), relatif berbeda dengan yang berpola tidak seragam.

  Menurut Arifin dan Fauzi (1999:13) bahwa: Adapun langkah-langkah menghitung IRR untuk pola cash flow yang sama adalah sebagai berikut:

 - Hitung besarnya payback period untuk proyek yang sedang dievaluasi.

- Untuk mendapatkan nilai IRR yang sesungguhnya dapat ditempuh dengan menggunakan interpolasi.

 Sedangkan untuk proyek yang memiliki pola cash inflow yang tidak seragam, dapat diselesaikan dengan langkah-langkah berikut:

- Hitung rata-rata cash inflow per tahun

- Bagi initial investment dengan rata-rata cash inflow untuk mengetahui "estimasi" payback period dari proyek yang sedang dievaluasi.

- Gunakan tabel discount factor untuk menghitung besarnya IRR, seperti langkah ke-2 dalam menghitung IRR untuk pola cash flow yang berbentuk seragam (anuitas). Hasil yang diperoleh akan merupakan "perkiraan IRR'.

- Selanjutnya sesuaikan IRR yang diperoleh pada langkah ke-3 di atas, yaitu diperbesar atau diperkecil, ke dalam pola cash flow yang sesungguhnya. Apabila cash inflow yang sesungguhnya dalam tahun-tahun pertama temyata lebih besar dari rata-rata yang diperoleh dalam langkah ke 1 di atas, maka perbesarlah tingkat discount yang digunakan, dan apabila sebaliknya maka perkecillah discount tersebut.

- Dari hasil discount rate yang diperoleh pada langkah ke-4, kernudian hitunglah NPV dari proyek tersebut.

- Apabila hasil yang diperoleh lebih besar dari nol, maka naikkanlah discount rate yang digunakan, dan apabila sebaliknya maka turunkanlah discount rate tersebut.

- Hitunglah kembali NPV dengan menggunakan discount rate yang baru, sampai akhirnya diperoleh discount rate yang secara berurutan menghasilkan NPV yang positif dan negatif.

- Dengan jalan interpolasi akan ditemukan nilai IRR yang sesungguhnya.

- Setelah IRR diketahui langkah selanjutnya adalah membandingkan IRR dengan cost of capital. Apabila IRR lebih besar dari pada cost of capital maka rencana investasi dapat diterima karena menguntungkan dan sebaliknya apabila IRR lebih kecil dari pada cost of capital maka rencana investasi ditolak karena merugikan.

3.1B Internal Rate of Return

Menentukan tingkat bunga (try & Error) yang menyebabkan NPV sama dengan 0 (nol).

berdasarkan perhitungan NPV yang sudah didapatkan.

Jika IRR >= Cost of Capital maka : Proyek dipertimbangkan diterima.

4.1 Profitaility Index

  Profitability index atau benefit cost ratio adalah perbandingan antara nilai sekarang dari aliran kas masuk di masa yang akan datang dengan nilai investasi.

4.1A RUMUS

  Selama PI tersebut sama dengan atau lebih besar dari satu, maka kita akan menerima usulan investasi tersebut.Secara umum Kalau metode NPV dan PI dipakai untuk menilai suatu usulan investasi, maka hasilnya akan selalu konsisten. Dengan kata lain., kalau NPV mengatakan diterima, maka PI juga mengatakan diterima. Demikian pula sebaliknya. Sehingga untuk menghitung PI harus terlebih dahulu menghitung NPV dan ada beberapa kasus lain, dimana setelah perhitungan PI belum dapat mengambil keputusan, sebelum dikembalikan ke metode NPV.

5.1 Profitability Index (PI)

Shook (2002;456) mengatakan bahwa:

“Profitability index adalah Prediksi arus kas masa depan perusahaan dibagi investasi awalnya”.

Suad Usman dan Suwarsono (1994;192) mengatakan bahwa profitability index menghitung perbandingan antara nilai sekarang penerimaan penerimaan kas bersih dimasa datang dengan nilai sekarang investasi".

  Dari kedua pengertian profitability index tersebut dapat disimpulkan profitability index adalah metode Prediksi kelayakan suatu proyek dengan membandingkan nilai penerimaan-penerimaan bersih dengan nilai investasi, dengan kriteria kelayakan apabila PI lebih besar dari pada (satu) 1 maka rencana investasi dapat diterima, sedangkan apabila PI lebih kecil dari pada (satu) 1 maka rencana investasi ditolak.

> Keputusan = Proyek sebaiknya diterima PI > 1

6.1 Metode Net Present Value

  Setelah kelemahan pada metode-metode sebelumnya, orang mulai mencari cara untuk memperbaiki keefektifan evaluasi proyek. Metode yang dimaksud adalah nilai sekarang bersih (NPV). Yang mengandalkan pada teknik arus kas yang didiskontokan.

  Untuk mengimplementasikan pendekatan ini, kita ikuti proses sebagai berikut : (1) Tentukan nilai sekarang dari setiap arus kas, termasuk arus masuk dan arus keluar, yang didiskontokan pada biaya modal proyek, (2) Jumlahkan arus kas yang didiskontokan ini, hasil ini didefinisikan sebagai NPV proyek, (3) Jika NPV adalah positif, maka proyek harus diterima, sementara jika NPV adalah negatif, maka proyek itu harus ditolak. Jika dua proyek dengan NPV positif adalah mutually exclusive, maka salah satu dengan nilai NPV terbesar harus dipilih .

7.1 Net Present Value (NPV)

  Net Present Value (NPV) atau nilai sekarang bersih adalah analisis manfaat finansial yang digunakan untuk mengukur layak tidaknya suatu usaha dilaksanakan dilihat dari nilai sekarang (present value) arus kas bersih yang akan diterima dibandingkan dengan nilai sekarang dari jumlah investasi yang dikeluarkan. Arus kas bersih adalah laba bersih usaha ditambah penyusutan, sedang jumlah investasi adalah jumlah total dana yang dikeluarkan untuk membiayai pengadaan seluruh alat-alat produksi yang dibutuhkan dalam menjalankan suatu usaha.

  Jadi, untuk menghitung NPV dari suatu usaha diperlukan data tentang: (1) jumlah investasi yang dikeluarkan, dan (2) arus kas bersih per tahun sesuai dengan umur ekonomis dari alat-alat produksi yang digunakan untuk menjalankan usaha yang bersangkutan. Berdasarkan kedua data tersebut, NVP dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

7.1A RUMUS

  Kriteria penilaian adalah, jika NPV?0 maka usaha yang direncanakan atau yang diusulan layak untuk dilaksanakan dan jika NPV<0,>

7.1AA Net Present Value

Shook (2002;372) berpendapat bahwa :

“Konsep net present value merupakan metode evaluasi investasi yang menghitung nilai bersih saat ini dari uang masuk dan keluar dengan tingkat diskonto atau tingkat imbal hasil yang disyaratkan. Investasi yang baik mempunyai nilai bersih saat ini yang positif”.

8.11Sedangkan menurut Bambang Riayanto (1992;115) mengatakan bahwa :

“Net present value adalah selisih antara present value dari keseluruhan proceeds yang didiscontokan atas dasar biaya modal tertentu dengan present value pengeluaran modal”.

Dari kedua pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Net Present Value adalah Sebuah metode evaluasi Investasi dengan mengukur selisih antara present value dari proceeds dan nilai investasi awal. Kriteria kelayakan dari proyek ini adalah : Proyek layak jika NPV bertanda positif dan sebaliknya tidak layak jika NPV bertanda negatif.

Proyek sebaiknya diterima NPV > 0


Pendahuluan

  Pasar modal adalah pasar dari berbagai instrumen keuangan (sekuritas) jangka panjang yang dapat diperjualbelikan, baik dalam bentuk hutang (obligasi) maupun modal sendiri (saham) yang diterbitkan pemerintah atau perusahaan swasta. Pada dasarnya fungsi pasar modal sebagai wahana demokratisasi pemilikan saham yang ditunjukkan dengan semakin banyaknya institusi dan individu yang memiliki saham perusahaan yang telah go public. (Suad Husnan, 1994)

  Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, pasar modal mempunyai peranan penting dalam mobilisasi dana untuk menunjang pembangunan nasional. Akses dana dari pasar modal telah mengundang banyak perusahaan nasional maupun patungan untuk menyerap dana masyarakat tersebut dengan tujuan yang beragam. Namun, sasaran utamanya adalah meningkatkan produktivitas kerja melalui ekspansi usaha dan/atau mengadakan pembenahan struktur modal untuk meningkatkan daya saing perusahaan.

  Instrumen-instrumen pasar modal Indonesia yang memungkinkan mobilisasi dana masih relatif terbatas jika dibandingkan dengan bursa-bursa dunia yang sudah mapan. Kendati demikian, dalam usia yang relatif muda, pasar modal Indonesia telah menjadi wahana penting diluar perbankan untuk menyediakan dana yang diperlukan dunia usaha melalui penjualan saham dan obligasi serta derivatifnya.

  Strategi investasi pasif mendasarkan diri pada asumsi bahwa : (a) pasar modal tidak melakukan mispricing; dan (b) meskipun terjadi mispricing, para pemodal berpendapat mereka tidak bisa mengidentifikasi dan memanfaatkannya (Lena T.C.Y, 1999). Dengan kata lain, penganut strategi ini tidak bermaksud untuk mengalahkan (outperform) pasar tetapi lebih kepada bertindak sebaik yang terjadi di pasar, mereka bertindak seolah-olah pasar efisien dan menerima perkiraan konsensus mengenai kembalian dan risiko, melihat harga saham saat ini sebagai sarana peramalan terbaik terhadap nilai sebuah sekuritas (Jones, 2004)

  Pengadopsi strategi pasif bertujuan untuk menyusun portofolio yang sesuai dengan preferensi risiko atau pola arus kas yang mereka inginkan. Misalnya, Jika investor menginginkan risiko yang kecil, maka mereka akan membentuk portofolio yang terdiri atas saham-saham yang mempunyai beta rendah. Investor yang ingin mendapat arus kas tertentu, mungkin memilih saham-saham yang membagikan dividen secara teratur. Investor yang mempunyai tarif pajak tinggi cenderung membentuk portofolio yang tidak membagikan dividen yang terlalu tinggi. Dengan strategi pasif maka biaya transaksi akan diminimumkan. Para Investor dapat menganut strategi buy and hold, atau melakukan investasi pada portofolio yang disusun sesuai indeks pasar.

  Strategi buy and hold, menyangkut keputusan untuk membeli saham- saham dan menahannya sampai waktu yang cukup lama untuk memenuhi tujuan tertentu (Sawidji, 1997). Tujuan utamanya adalah untuk menghindari tingginya biaya transaksi, biaya pencarian informasi, dan sebagainya. Investor percaya bahwa strategi semacam ini, dalam jangka waktu yang cukup lama, akan menghasilkan hasil yang sama baiknya apabila dibandingkan dengan manajemen investasi yang aktif (artinya aktif melakukan jual beli, aktif mencari informasi yang dipandang relevan, dan sebagainya). Portofolio yang dimiliki pemodal mungkin cukup besar ataupun cukup kecil. Pemodal perlu melakukan strategi reinvestasi dari dividen yang diperoleh dari portofolio investasinya dan portofolio yang dimiliki mungkin didominasi oleh saham-saham tertentu. Meskipun demikian, perubahan portofolio dimungkinkan apabila dirasa risiko portofolio sudah tidak sesuai dengan preferensi risiko pemodal.

  Pemodal juga dapat melakukan strategi dengan membentuk portofolio yang mirip dengan suatu indeks pasar. Misalnya membentuk portofolio yang komposisinya mirip dengan indeks LQ 45. Cara semacam ini disebut sebagai Index fund. Index fund yang dibentuk mungkin dibuat sama dengan indeks pasar yang terdiri atas saham-saham yang paling aktif diperdagangkan, saham blue chip (saham-saham yang dinilai mempunyai kualitas baik dengan sejarah memperoleh laba dan pembayaran dividen yang konsisten), ataupun saham-saham berkapitalisasi kecil (Suad Husnan, 1998).

Strategi investasi aktif

  Strategi ini mendasarkan diri pada asumsi bahwa (a) pasar modal melakukan kesalahan dalam penentuan harga (mispriced); dan (b) para pemodal berpendapat bisa mengidentifikasi mispriced ini dan memanfaatkannya (apakah kedua asumsi itu benar, masih merupakan masalah yang perlu diteliti) (Lena T.C.Y, 1999).

  Mereka yang menganut strategi aktif pada dasarnya tidak percaya sepenuhnya pada konsep pasar modal yang efisien. Meskipun demikian tidak berarti pemodal akan menganut strategi aktif atau pasif secara mutlak. Mereka mungkin menginvestasikan sebagian dana mereka dengan menganut strategi aktif dan sisanya mendasarkan pada strategi pasif.

  Mereka yang menggunakan strategi investasi aktif dapat menggunakan analisis fundamental, analisis teknikal atau market timing. Kedua tipe analisis yang pertama akan dibahas pada sub bab selanjutnya. sedangkan market timing pada dasarnya menentukan kapan seharusnya pemodal membeli atau menjual (atau melakukan short selling). Dengan demikian analisis ini merupakan variasi dari analisis teknikal.

  Sebagian besar pemodal tampaknya masih memilih untuk melakukan strategi aktif meskipun terdapat berbagai bukti yang mendukung hipotesis pasar yang efisien, dan kinerja dari berbagai pemodal institusional yang menganut strategi pasif, yang ternyata juga memberikan kinerja yang cukup baik. Alasan mengapa mereka tetap melakukannya adalah keinginan untuk memperoleh imbalan yang sangat besar dari strategi yang mereka lakukan.

  Salah satu bentuk strategi aktif yang sering dilakukan adalah pemilihan sekuritas. Strategi ini dilakukan terhadap saham-saham yang diperkirakan akan memberikan abnormal return positif, dan biasanya dilakukan dengan analisis fundamental, meskipun terkadang analisis teknikal juga digunakan (atau kombinasi keduanya).

  Upaya untuk melakukan pemilihan saham nampaknya memang mempunyai justifikasi. McEnally dan Todd (1992) menunjukkan bahwa pemodal yang berhasil memilih saham-saham yang termasuk 25% penghasil return tertinggi, dan konsisten mempertahankan pilihannya, akan berhasil menghindari tahun-tahun kerugian. Sebaliknya apabila seorang pemodal memilih saham-saham yang termasuk 25% terburuk, dan tidak merubahnya, akan berada dalam posisi memperoleh kerugian yang cukup berarti terutama pada tahun-tahun buruk. Periode pengamatan yang digunakan oleh kedua peneliti tersebut adalah 1946-1989.

  Dalam pemilihan saham tersebut, tampaknya peran para analis saham cukup berarti. Kemampuan analis, waktu yang dicurahkan, dan informasi yang dimiliki para analis sekuritas tersebut nampaknya merupakan keunggulan apabila dibandingkan dengan analisis yang dilakukan oleh pemodal individual. Umumnya saran yang diberikan oleh analis sekuritas menyangkut buy, sell atau hold.

  Selain melakukan pemilihan sekuritas, salah satu bentuk lain strategi aktif adalah penggantian sektor (sector rotation). Dengan cara ini pemodal merubah komposisi portofolionya, dari memusatkan pada suatu sektor menjadi pemusatan sektor lain, atau lebih merata, dan berbagai variasi lainnya. Pemodal mungkin menggeser portofolionya dari value stocks ke growth stocks, atau cyclical stock atau sebaliknya.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Investasi (FDI)

  Prathama raharja dan Mandala manurug[3] menyatakan dalam karya tulis mereka, ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi tingkat investasi, yang mana bisa di analogikan pada FDI adalah:

1.Tingkat pengembalian yang diharapkan (expected rate of return)

Kemampuan perusahaan menentukan tingkat investasi yang diharapkan, dipengaruhi oleh kondisi internal dan eksternal perusahaan.

2. Kondisi internal merupakan kondisi yang berada di bawah kontro perusahaan, seperti: tingkat efisiensi, kualitas SDM dan teknologi yang digunakan. Selain itu kekuatan monopoli, kedekatan perusahaan dengan penguasa, dan jalur informasi.

3. Kondisi eksternal perusahaan

Kondisi eksternal yang perlu dipertimbangkan adalah tingkat produksi dan pertumbuhan ekonomi domestic maupun internasional. Kebijakan pemerintah juga dapat mempengaruhi tingkat pengembalian, seperti: kenaikan pajak dan faktor social politik.

Biaya investasi

Biaya investasi sangat ditentukan oleh tingkat bunga pinjaman.Makin tinggi tingkat bunganya, maka biaya investasi makin mahal, yang mengakibatkan minak berinvestasi makin menurun.

Menurut Jeff Madura dan Roladn Fox, ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi FDI[4] :

1. Perubahan dalam dalam pembatasan FDI

Semanjak tahun 1990, banyak negara yang memperlonggar masuknya FDI ke dalam suatu negara untuk meningkatkan FDI pada negara tersebut, seperti Argentina, Chili, mexico, India, dan China. Longgarnya pemasukan FDI ini dimulai dengan munculnya penghilangan hambatan dari pemerintah

2. Privatisasi

Dengan adanya privatisasi akan meningkatkan FDI dalam suatu negara karena privatisasi memberikan kebebasaan bagi pemiliknya untuk bertindak dalam perusahaanya, sehingga para investor asing mau menambah investasinya.

3. Potensi pertumbuhan ekonomi

Negara yeng memiliki potensi yang bagus dalam pertunbuhan ekonomi lebih disukai oleh para investor karena pertumbuhana perekonomian yang baik dapat memberikan manfaat kepada perkembangan perusahaan karena keaadaan perkonomian yang baik.

4. Tingkat pajak

Tingkat pajak yang rendah akan meningkatkan FDI dalam suatu negara karena pajak yang rendah berarti bisa mengluarkan biaya yang kecil dan mendapatkan untung yang besar.

5. Nilai tukar

Nilai tukar yang sedang mengalami depresiasi (nilai tukar melemah) dapat meningkatkan FDI kerena para investor dapat menanamkan modalnya dengan harga murah dengan hasil yang tinggi.

Faktor yang mempengaruhi investasi yang dalam hal ini FDI, dapat digambarkan juga oleh persamaan pendapatan nasional.


Z = C (Y-T) + I (Y,r) + G + Im (Y,Ɛ) + X (Y*,Ɛ)[5]

           (  + )        (+,-)                  (+,+)         (+ , -)

Dimana:

Z = pendapatan nasional

C = konsumsi

Y = pendapatan perkapita

T  = tingkat pajak

I   = investasi


r    = suku bunga

G  = konsumsi pemerintah

Im = total impor

Ɛ    = nilai tukar

Y* = pendapatan luar negeri

  Dari persamaan diatas dapat diambil kesimpulan investasi (I), dipengaruhi oleh dua variabel, pertama, pendapatan perkapita mayarakat yang memiliki hubunngan positif.Semakin tinggi tingkat pendapatan perkapita masyarakat, maka semakin tinggi tingkat investasi.Kedua, tingkat suku bunga pinjaman dalam suatu negara memiliki hubungan negative dengan tingkat investasi.Semakin tinggi tingkat suku bunga, maka semakin rendah tingkat investasi dan sebaliknya.

  FDI merupakan hubungan investasi dengan negara asing maka dapat dikategorikan sebagai jumlah impor yang masuk pada suatu negara dalam bentuk modal.Variabel impor dalam persamaan diatas dipengaruhi oleh dua veriabel.Pertama, pendapatan perkapita yang memiliki hubungan positif dengan impor, dimana semakin tinggi pendapatan perkapita masyarakat semakin tinggi tingkat impor. Kedua, nilai tukar yang memiliki hubungan positif dengan tingkat impor dimana jika terjadi peningkatan nominal nilai tukar (depresiasi) maka tingkat impor akan meningkat dan sebaliknya.

Investasi dan Tingkat Suku Bunga

  Adanya hubungan investasi dan tingkat suku bunga dalam suatu negara dapat digambarkam dengan kurva IS yang menggambarkan adanya hubungan makroekonomi dalam hubungan  investasi dengan tingkat suku bunga. Hal ini dapat dimodelkan dengan:

I = I(r)

  Berdasarkan kurva diatas dapat dijelaskan bahwa tingkat suku bunga pinjaman pada suatu negara dapat mempenngaruhi tingkat investasi yang memiliki hubungan negatif. Pada saat tingkat suku bunga bergerak turun dari i0 ke i1, maka tingkat investasi akan bergerak naik naik I0 ke I1. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa tingkat suku bunga pinjaman dapat menjadi salah determinan dalam investasi termasuk investasi berupa FDI.

Perkembangan FDI di Idonesia

  Investasi asing langsung (FDI) di Indonesia selalu mengalami pergerakan naik-turun setiap tahun. Jika dibandingkan dengan kawasan lain yang ikut mengalami keterpurukan setelah terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1997. Data tahun 1998-2002 menunjukkan bahwa aliran FDI yang masuk ke Indonesia mengalami penurunan secara signifikan dibandingkan negara lain. Namun pada tahun setelahnya volatilitasnya FDI di Indonesia semakin meningkat dibandingkan tahun sebelumnya.

  Jika diakumulasikan permasalahan yang sebenarnya, maka ada dua hal yang mempengaruhi kegiatan FDI di suatu negara, yang pertama yaitu lingkungan atau kerangka kebijakan suatu negara. Pada dasarnya investor mengetahui potensi dan kondisi suatu negara yang akan dijadikan lokasi investasi.  Kerngaka kebijakan ini dalam beberapa hal, yaitu (1) stabilitas ekonomi, politik dan sosial; (2) aturan yang mendukung masuk dan operasinya suatu usaha; (3) satndar kesepakatan internasional; (4) kebijakan dalam memfungsikan dan struktur pasar; (5) persetujuan internasional dalam FDI; (6) kebijakan privatisasi dan; (7) kebijakan perdagangan dan perpajakan.

  Dalam rangka meningkatkan investasi asing langsung di Indonesia, pemerintah melalui badan koordinasi dan penanaman modal (BKPM) telah melakukan beberapa upaya penyesuaian kebijakan investasi, diantaranya sebagai berikut:

1. Pemerintah telah memperbaharui daftar bidang usaha yang tertutup bagi penanaman modal untuk diberikan keleluasaan investor dalam memilih usaha (Keppres No 996 Tahun 2000 dan No 118 Tahun 2000. Dalam keputusan tersebut, bidang usaha yang tertutup untuk investasi baik PMA maupun PMDN berkurang dari 16 sektor menjadi 11 sektor. Bidang usaha yang tertutup bagi kepemilikan asing berkurang dari 9 sektor menjadi 8 sektor.

2. Penyederhanaa proses dari 42 hari menjadi 10 hari. Sebelumnya persetujjuan PMA dilakukan oleh presiden, sedangkan saat ini cukup dilakukan oleh pejabat Eselon I yang berwenang, dalam hal ini Deputi Bidang dan Fasilitas Penanaman Modal.

3. Sejak tanggal 1 januari 2001, pemerintah menggantikan insentif pembebasan pajak dengan kelonggaran pajak investasi sebesar 30% untuk 6 tahun.

4. Nilai investasi tidak dibatasi, sepenuhnya tergantung studi kelayakan dari proyek tersebut.


Penelitian Terdahulu

  Untuk memperkuat kerangka berfikir penulis, dalam hal ini penulis menyertakan penelitian terdahulu yang yang berkaitan dengan judul paper diatas:

  Sebuah jurnal yang ditulis oleh, Sarwedi (2002) dengan judul “Investasi asing langsung di Indonesia dan faktor yang mempengaruhinya” dengan metode penelitian OLS.Tujuan dari pembahasan jurnal ini untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi PMA di Indonesia. Kesimpulan dari jurnal ini yaitu, Dalam jangka pendek ditemukan bahwa variabel GDP pertumbuhan ekonomi, upah pekerja dan ekspor menunjukkan pengaruh positif, sedangkan dalam jangka panjang, seluruh variabel memiliki hubungan negatif yang disebabkan oleh fluktuasi masing-masing variabel. Kemudian stabilitas politik yang diukur dengan indikator terjadinya kerusuhan atau mogok kerja yang terjadi di Indonesia.

  Sebuah jurnal yang ditulis oleh Muhammad Zaenuddin (2009) dengan judul “Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi investasi PMA di Batam”.Kesimpulan dari jurnal ini yaitu, Batam menjadi tujuan investasi yang menarik bagi penanaman modal asing langsung (foreign direct investment) sehingga investasi PMA di Batam mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi dengan beberapa faktor yang mempengaruhi diantaranya, maintenance fee, tenaga kerja dan ekspor secara statistik mempengaruhi aliran PMA di Batam.

  Sebuah jurnal yang ditulis oleh, Pardamean Lubis, Sya’ad Afifuddin dan Kasyful Mahalli (2008) dengan judul “Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan investasi di Indonesia” dengan metode OLS. Kesimpulan dari jurnal ini yaitu, suku bunga dalam negeri (IR) memberikan pengaruh yang negatif terhadap permintaan investasi di Indonesia dan pendapatan Nasional (NI) memberikan pengaruh yang positif dan sangan signifikan terhadap permintaan investasi di Indonesia.

  Sebuah jurnal yang ditulis oleh Nugroho SBM (2008) dengan judul “Evaluasi terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi investasi di Indonesia dan implikasi kebijakannya”.Kesimpulan dari jurnal ini yaitu, ada beberapa faktor yang mempengaruhi investasi di Indonesia yaitu, suku bunga bank, pendapatan nasional per-kapita atau PDRB per kapita, sarana-sarana serta utilitas, birokrasi perjanjian pemerintah,sumberdaya manusia, kelonggaran beberapa peraturan dan UUD yang merhubungan dengan ketenagakerjaan, stabilitas politik dan keamanan dan budaya lokal.

  Sebuah jurnal yang ditulis oleh Fahril Ramadhan (2010) dengan judul “Effect of foreighn debt, foreign investment an invlation on Economic Growth of Indonesia”. kesimpulan dari jurnal tersebut yaitu, utang luar negeri berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia, penenaman modal asing berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi, inflasi juga berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Pembahasan

  FDI merupakan salah satu bentuk investasi langsung yang disalurkan pada sektor riil. Penanaman FDI pada suatu negara akan meningkatkan pertumbuhan perekonomian, dimana dengan meningkatnya investasi, akan meningkatkan kegiatan produksi dan juga dapat memperluas kesempatan kerja sehinggga memberikan dampak positif terhadap total perekonomian[6].

  Peningkatan penanaman modal asing langsung (FDI) ini dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia, seperti yang hasil penelitian yang dilakukan oleh Fahril Ramadhan yang menyatakan bahwa FDI memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Untuk meningkatkan jumlah FDI di Indonesia perlu dilakukan beberapa cara yang dapat menarik investor asing menanamkan modalnya di Indonesia.

  Karya tulis yang dibahas penulis merupakan determinan FDI di Indonesia.Pembahasan dalam karya tulis ini dimulai dengan melihat penelitian-penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh para peneliti sebelumnya.

  Determinan FDI dinegara muslim, menurut penulis juga dapat dipengaruhi suku bunga pinjaman suatu negara. Hal ini sejalan dengan teori Keynes dalam kurva investasi, bahwa investasi pada suatu negara memiliki hubungan yang negative dengan tingkat investasi.Dimana semakin tinggi tingkat bunga pinjaman, semakin rendah tingkat investasi di negara tersebut. Selanjutnya jurnal yang ditulis oleh Pardamean Lubis, Sya’ad Afifuddin dan Kasyful Mahalli yang memberikan kesimpulan bahwa, suku bunga dalam negeri (IR) memberikan pengaruh yang negatif terhadap permintaan investasi di Indonesia dan pendapatan Nasional (NI) memberikan pengaruh yang positif dan sangan signifikan terhadap permintaan investasi di Indonesia.

  Faktor yang mempengaruhi FDI juga dapat digambarkan oleh pangsa pasar yang dimiliki oleh suatu perusahaan yang memiliki dampak yang cukup signifikan terhadap penanaman FDI di Indonesia dan memiliki hubungan yang positif.Semakin luas pangsa pasar yang dimiliki semakin tinggi tingkat penanaman FDI pada negara tersebut.Hal ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan Sarwedi.

  Tingkat pajak yang ditetapkan oleh pemerintah terutama pajak yang ditetapkan pada perusahaan juga dapat mempengaruhi penanaman FDI di Indonesia,sejalan dengan pemikiran Jeff Madura dan Roland Fox dalam bukunya yang berjudul International Financial Management, dimana mereka manyatakan bahwa tingkat pajak yang rendah akan meningkatkan FDI dalam suatu negara karena pajak yang rendah berarti bisa mengeluarkan biaya yang kecil dan mendapatkan untung yang besar. Biaya tinggi yang akan dikeluarkan oleh investor akan menyebabkan penurunan investasi, dalam hal ini FDI,pernyataan ini dikemukakan oleh Mandala manurung dan Prathama raharja. Penelitian terdahulu juga menyatakan bahwa pajak yang tinggi akan menurunkan tingkat FDI di Indonesia yang dinyatakan oleh Muhammad Zaenuddin yang menyatakan bahwa tingkat pajak mempengaruhi FDI di daerah Batam (Indonesia).

  Keadaan infrastruktur suatu negara juga dapat menjadi faktor yang mempengaruhi pemasukan FDI pada suatu negara.Faktor ini dinyatakan oleh Nugroho SBM. Ketika infrastruktur dan sarana-sarana di negara tersebut baik, maka FDI akan semakin meningkat.

  Tingkat hutang luar negeri juga berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, sepeti hasil penelitian yang dilakukan oleh Fahril Ramadhan yang digambarkan dalam bentuk GDP.Pendapatan suatu negara juga dapat menjadi determinan FDI si suatu negara, termasuk Indonesia. Hal ini dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan oleh Sarwedi mengenai dampak jangka pendek ditemukan bahwa variabel GDP pertumbuhan ekonomi, upah pekerja dan ekspor menunjukkan pengaruh positif, sedangkan dalam jangka panjang, seluruh variabel memiliki hubungan negatif yang disebabkan oleh fluktuasi masing-masing variabel. Kemudian stabilitas politik yang diukur dengan indikator terjadinya kerusuhan atau mogok kerja yang terjadi di Indonesia juga memiliki pengaruh terhadap FDI.

  Permintaan ekspor suatu negara juga dapat mempengaruhi tingkat FDI dinegara-negara termasuk Indonesia. Ini dibuktikan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Muhammad Zaenuddin, yang mendapatkan hasil bahwa permintaan terhadap ekspor memberikan hubungan yang positif terhadap FDI dan memiliki dampak yang signifikan, dan menyatakan bahwa  permintaan ekspor merupakan faktor yang paling dominan mempengaruhi FDI di negara Pakistan.

  Tarif impor yang ditetapkan oleh pemerintah juga dapat mempengaruhi keaadaan FDI.Nugroho SBM menyatakan bahwa tarif impor dalam suatu negara dapat mempengaruhi FDI dengan pengaruh yang negative dan memiliki dampak yang signifkan. Tarif impor yang ditetapkan oleh pemerintah dapat menambah biaya yang akan dikeluarkan oleh perusahaan. Biaya tinggi yang dikeluarkan oleh perusahaan dapat menyebabkan investasi berkurang karna akan berimbas pada return yang akan didapat oleh investor. Hal ini dinyataka oleh Mandala Manurung dan Prathama Raharja dalam bukunya yang berjudul “Pengantar Ilmu Ekonomi”.

Sumber ::: 

http://panji.web.id/files/skripsi/bab-ii.pdf

fauziahamriny.blogspot.com

BLOGDETA.BLOGSPOT.COM


I blog with BE Write

Tidak ada komentar:

Posting Komentar