pengaruh kebudayaan terhadap pembelian dan konsumen
Kebudayaan adalah faktor penentu keinginan dan perilaku seseorang, terutama dalam perilaku pengambilan keputusan dan perilaku pembelian. Dalam perkembangan sejarah budaya konsumsi maka masyarakat konsumsi lahir pertama kali di Inggris pada abad 18 saat terjadinya tehnologi produksi secara massal. Tehnologi yang disebabkan oleh berkembangnya revolusi industri memungkinkan perusahaan-perusahaan memproduksi barang terstandarisasi dalam jumlah besar dengan harga yang relatif murah.
Pada saat yang bersamaan muncul revolusi kebudayaan, di mana masyarakat secara bertahap berubah dari masyarakat agraris menjadi masyarakat yang kekotaan, karena dengan berpindahnya ke perkotaan maka budaya mereka berubah sehingga berkembanglah tata nilai baru dan pola kehidupan yang baru akibat pekerjaan yang berbeda. Tidak hanya orang yang kaya saja bahkan orang yang biasa juga merasa perlu membeli produk yang dapat memuaskan kebutuhan budaya baru, seperti munculnya perbedaan status yang makin menonjol di kalangan masyarakat perkotaan.Gambaran lahirnya masyarakat konsumsi tersebut diatas, menunjukkan pentingnya budaya dalam memahami perilaku konsumen. Aspek-aspek budaya yang penting dapat diidentifikasi sehingga dapat digunakan sebagai dasar untuk memahami bagaimana hal tersebut dapat mempengaruhi konsumen dan tentunya dapat digunakan dalam mengembangkan strategi pemasaran yang lebih efektif.
DEFINISI KEBUDAYAAN
Banyak definisi tentang budaya yang dipaparkan oleh para pakar, diantaranya: Kebudayaan didefinisikan sebagai kompleks simbol dan barang-barang buatan manusia (artifacts) yang diciptakan oleh masyarakat tertentu dan diwariskan dari generasi satu ke generasi yang lain sebagai faktor penentu ( determinants) dan pengatur ( regulator ) perilaku anggotanya (Setiadi, 2003).
Budaya adalah seperangkat pola perilaku yang secara sosial dialirkan secara simbolis melalui bahasa dan cara-cara lain pada anggota dari masyarakat tertentu ( Wallendorf & Reilly, Mowen, 1995).
Budaya (culture) sebagai makna yang dimiliki bersama oleh (sebagian besar ) masyarakat dalam suatu kelompok sosial ( Peter & Olson, 2000).
Culture is that complex whole that includes knowledge, belief, art, morals, law, custom, and any other capabilities and habits acquired by man as a member of society ( Loudan & Della Bitta, 1993)
Budaya mengacu pada seperangkat nilai, gagasan, artefak dan simbol bermakna lainnya yang membantu individu berkomunikasi, membuat tafsiran, dan melakukan evaluasi sebagai anggota masyarakat ( Angel, Blackwell& Miniard, 1994).
Beberapa definisi budaya telah dipaparkan namun secara garis besar menurut Engel, Blacwell & Miniard (1994 ) budaya dapat dibedakan menjadi Makro budaya ( macroculture ) yang mengacu pada perangkat nilai dan simbol yang berlaku pada keseluruhan masyarakat, dan Mikro budaya ( microculture/ subculture ) yang mengacu pada perangkat nilai dan simbol dari kelompok yang lebih terbatas, seperti kelompok agama, etnis tertentu, atau subbagian dari keseluruhan.
Budaya dapat melengkapi diri seseorang dengan rasa identitas dan perilaku yang dapat diterima di masyarakat, terutama dapat diketahui dari sikap dan perilaku yang dipengaruhi oleh budaya. Seperti halnya : pakaian, penampilan, komunikasi, bahasa, makanan dan kebiasaan makan, hubungan, kepercayaan, dan lain sebagainya yang seringkali meliputi semua hal yang konsumen lakukan tanpa sadar memilih karena nilai kultur mereka, adat istiadat dan ritual mereka telah menyatu dalam kebiasaan mereka sehari-hari.
Sebagai contoh misalnya komponen budaya di masyarakat Amerika, memiliki sekian nilai yakni : achievement & succes, activity, efficiency & practicality, progress, material comfort, individualism, freedom, humanitarianism, youthfulness, fitness and health and external conformity.
PERMASALAHAN DALAM MENGANALISIS BUDAYA
Pemasar harus mempertimbangkan beberapa isu penting saat menganalisis budaya, yaitu :
1. Makna budaya dapat dianalisis dalam beberapa tahapan yang berbeda, seperti halnya penganalisisan pada tingkat makro dari masyarakat atau negara secara keseluruhan ataupuan budaya dari nilai-nilai bersama oleh sekelompok masyarakat tertentu secara mikro, seperti dilihat dari segmen masyarakat tertentu misalnya sekelompok orang dalam kelas sosisl atau grup referensi ,ataupun dalam lingkup keluarga.
2. Konsep makna umum atau yang dimiliki bersama sangat penting untuk memahami budaya. Makna budaya ( cultural meaning) adalah jika sebagian atau beberapa masyarakat dalam suatu kelompok sosial memiliki makna dasar yang sama. (misalnya, apakah arti ‘orang tua/ manula’? apakah makna ‘lingkungan yang aman’? bagaimana arti’bicara yang sopan’? dsb).
3. Makna budaya diciptakan oleh masyarakat melalui interaksi sosial mereka. Pembangunan makna budaya terlihat dalam tingkatan kelompok yang lebih kecil misalnya bagaimana mode busana yang disebut “ngetrend” pada mahasiswa sampai akhir tahun ini? Accessories apa yang sering mereka gunakan?Sedangkan di lingkungan makro makna itu dipengaruhi oleh institusi budaya seperti pemerintah, organisasi keagamaan, pendidikan, dan juga perusahaan semuanya dapat terlibat dalam pembangunan makna budaya.
4. Makna budaya terus melakukan gerakan ( dinamis ) dan dapat mengalami perubahan yang cepat, misalnya perilaku masyarakat yang dramatis oleh munculnya tipe ponsel (handphone ) Blackberry, yang dianggap mampu melakukan fungsi lebih dari sekedar ponsel tetapi mampu melakukan chating , facebook, email dsb.
5. Kelompok-kelompok sosial memiliki perbedaan dalam tingkat kebebasan memilih makna budaya tertentu, seperti di Amerika dan Eropa masyarakat lebih memiliki kesempatan untuk menciptakan identitas pribadi dan menggunakannya, sementara sebagian masyarakat lain di Cina, India dan Arab Saudi mungkin lebih terbatas dalam memiliki kebebasan memilih makna budaya tertentu.
KANDUNGAN SUATU BUDAYA
Kandungan utama budaya sering digunakan sebagai pendekatan oleh pemasar dalam menganalisis budaya untuk melakukan terobosan pemasaran. Pemasar biasanya berfokus pada nilai-nilai dominan dalam suatu masyarakat. Kandungan suatu budaya ( content of culture) adalah kepercayaan, sikap, tujuan, dan nilai-nilai yang dipegang oleh sebagian besar masyarakat dalam suatu lingkungan yang menyangkut aspek-aspek lingkungan sosial ( ragam agama dan kepercayaan, ragam partai politik , dsb) dan fisik ( produk, peralatan , gedung dan bangunan dsb) dalam masyarakat tertentu.
Tujuan dalam analisis budaya adalah untuk memahami kandungan makna dari sudut pandang konsumen yang menciptakan dan menggunakannya. Misalnya pengibaran bendera memiliki tanggapan rasa patriotisme dan semangat juang, diskon 50% adalah memiliki tanggapan “daya tarik” yang heboh, antri lebih dari 30 menit bagi sebagian orang Amerika membuat frustasi dan marah, namun di bagian masyarakat Indonesia merupakan hal yang biasa saja, sehingga ada slogan” budayakan antri……yang ada gambarnya bebek berbaris rapi.
Seperti halnya makna berjabat tangan ketika menyapa menjadi simbol selamat datang dan persahabatan oleh sebagian besar masyarakat dunia, meskipun ada sebagian yang melakukannya dengan membungkukkan badan atau mencium. Perbedaan makna budaya bahkan dapat diamati dari lingkungan berbelanja apakah toko diskon yang konsumen bisa memilih sendiri atau toko spesial yang dilengkapi dengan pelayanan pribadi penuh dari pramuniaga dan fasilitas belanja yang mewah.
Akhirnya strategi pemasaran juga memiliki makna yang dipercaya bersama, seperti reaksi masyarakat terhadap iklan. Masyarakat Amerika terbiasa mengungkap iklan dengan secara langsung dan terbuka, bahkan dianggap terlalu ‘fulgar’ atau emosional oleh sebagian masyarakat di negara lain. Atau promosi diskon dan penjualan murah, di sebagian masyarakat bisa dianggap positif tetapi bagian masyarakat lain bisa berbeda dan justru sering mendapat reaksi negatif karena adanya anggapan bahwa barang yang didiskon pasti tidak berkualitas dan barang sisa, cuci gudang atau barang yang tidak laku.
Sehingga pemasar harus hati-hati menangkap makna budaya dari produk dan merek yang akan dipasarkan dengan melihat lingkungan budaya yang melekat pada target pasar yang akan dipilihnya.
MENGUKUR KANDUNGAN BUDAYA
Pemasar dapat menggunakan berbagai prosedur untuk mengukur kandungan budaya yaitu melalui analisis kandungan budaya, penelitian etnografis dan pengukuran nilai. Pendekatan yang umum dipakai adalah dengan penelitian konsumen melalui wawancara, survei, telepon bahkan fokus group). Analisis kandungan budaya dapat dilakukan dengan mengamati obyek material yang ada dalam kelompok sosial, misalnya komik yang beredar di kalangan anak-anak sering berisi tentang nilai-nilai persahabatan, nilai agama, bahkan ini dapat diamati selama periode waktu tertentu, seperti perubahan peran wanita yang bekerja dalam puluhan tahun terakhir sehingga iklan dapat disentuhkan dengan keberadaan mereka.
Penelitian etnografis, yang melibatkan pengamatan ciri yang rinci yang bersumber dari antropologi untuk melihat tanggapan emosi, pengetahuan, dan perilaku dalam keseharian dalam masyarakat lingkungan tertentu. Misalnya bagaimana perilaku masyarakat pada pasar tradisional Jawa?Budaya tawar menawar yang dilakukan?Hal itu dapat diangkat sebagai tema dalam iklan produk tertentu. Pengukuran nilai cenderung dilakukan secara langsung untuk melihat nilai dominan, dengan alat penilaian tertentu seperti rangking nilai yang dominan dan menggunakan metode statistik tertentu.
MITOS DAN RITUAL KEBUDAYAAN
Setiap masyarakat memiliki serangkaian mitos yang mendefinisikan budayanya. Mitos adalah cerita yang berisi elemen simbolis yang mengekspresikan emosi dan cita-cita budaya. Misalnya mitos mengenai binatang yang mempunyai kekuatan ( Lion King ) atau binatang yang cerdik ( Kancil ) yang dimaksudkan sebagai jembatan antara kemanusiaan dan alam semesta. Ada mitos pewayangan yang dapat diangkat dalam membuat strategi penentuan merek suatu produk, seperti tokoh Bima dalam produk Jamu kuat “ Kuku Bima Ginseng”. Sehingga pemasar dituntut kreatif menggali mitos agar bisa digunakan sebagai sarana menyusun strategi pemasaran tertentu.
Ritual kebudayaan merupakan kegiatan-kegiatan rutin yang dilakukan oleh kelompok masyarakat. Ritual Budaya sebagai urutan-urutan tindakan yang terstandarisasi yang secara periodik diulang, memberikan arti dan meliputi penggunaan simbol-simbol budaya ( Mowen, 1995).
Ritual budaya bukan sekedar kebiasaan yang dilakukan seseorang, tetapi hal ini dilakukan dengan serius dan formal, yang memerlukan intensitas mendalam dari seseorang. Kebiasaan sering tidak serius, kadang tidak pasti dan berubah saat ada stimulus berbeda yang lebih menarik. Seringkali ritual budaya memerlukan benda-bendayang digunakan untuk proses ritual, dan inilah yang bisa dibuat oleh pengusaha menjadi peluang , seperti acara ulang tahun yang biasanya ada lilin, roti tart, balon, permen, sirup, dan lain-lain. Pesta perkawinan merupakan ritual budaya juga, sehingga dapat menjadi peluang untuk ‘wedding organizer’ dan persewaan gedung, serta peralatan dan perlengkapan pesta lainnya. Strategi iklan juga dapat dikaitkan dengan ritual budaya seperti pada tema-tema perkawinan yang menonjolkan hadiah ‘berlian’ untuk pengantin perempuan, dan produk sarung untuk ritual keagamaan dan ibadah.
Simbol kebudayaan juga merupakan representasi tertentu dari budaya , secara umum apa yang dipakai dan dikonsumsi oleh seseorang akan mencerminkan budayanya. Perusahaan dapat menggunakan nilai-nilai simbolis untuk merek produknya , misalnya perusahaan otomotif Toyota memberi nama Kijang untuk kendaraan dengan penumpang keluarga, secara simbolis Kijang ‘ adalah binatang yang mempunyai kemampuan lari yang sangat cepat dan lincah”.Sementara perusahaan lain Mitsubishi menciptakan ‘Kuda’. Simbol juga dapat ditunjukkan dengan warna, seperti warna hitam mempunyai arti formal, biru sejuk, putih artinya suci, merah simbol berani dsb. Sehingga pemasar menggunakan warna sebagai dasar untuk menciptakan produk yang berkaitan dengan kebutuhan simbolis.
BUDAYA POPULER VS BUDAYA LUHUR
Budaya populer merupakan karakteristik budaya sangat banyak bahkan melintasi budaya tradisional (luhur) yang mengakar dalam masyarakat. Budaya populer adalah budaya yang menarik massa yang mempunyai karakteristik ; 1) masuk kedalam pengalaman dan nilai kebanyakan anggota masyarakat, 2) tidak memerlukan pengetahuan khusus untuk mmahaminya dan 3) dihasilkan karena mudahnya setiap orang mengakses pada nilai budaya populer.
Sedangkan budaya luhur ( high culture) menghasilkan produk yang bernilai seni tinggi, karena proses pembuatannya semata-mata didasarkan pada nilai-nilai estetis (Lukisan, Batik, Patung, Keramik dsb) sedangkan budaya populer menghasilkan produk dengan keahlian dan ketrampilan yang dapat dibuat secara massal dengan formula yang baku ( cetakan pabrik ). Aliran musik alternatif juga menunjukkan budaya populer, juga budaya pakaian ketat yang marak dikenakan di kalangan remaja putri di Indonesia, begitupun rok mini yang ngetrend tahun 60 – 70-an sekarang sedang ngetrend lagi.
BUDAYA DAN KONSUMSI
Produk mempunyai fungsi, bentuk dan arti . Ketika konsumen membeli suatu produk mereka berharap produk tersebut menjalankan fungsi sesuai harapannya, dan konsumen terus membelinya hanya bila harapan mereka dapat dipenuhi dengan baik. Namun, bukan hanya fungsi yang menentukan keberhasilan produk . Produk juga harus memenuhi harapan tentang norma, misalnya persyaratan nutrisi dalam makanan, crispy (renyah) untuk makanan yang digoreng, makanan harus panas untuk ‘steak hot plate’ atau dingin untuk ‘ agar-agar pencuci mulut’.Seringkali produk juga didukung dengan bentuk tertentu untuk menekankan simbol fungsi seperti ‘ kristal biru’ pada detergen untuk pakaian menjadi lebih putih. Produk juga memberi simbol makna dalam masyarakat misal “ bayam” diasosiasikan dengan kekuatan dalam film Popeye atau makanan juga dapat disimbolkan sebagai hubungan keluarga yang erat sehingga resep turun temurun keluarga menjadi andalan dalam memasak, misal iklan Sasa atau Ajinomoto. Produk dapat menjadi simbol dalam masyarakat untuk menjadi ikon dalam ibadat agama.
Budaya merupakan sesuatu yang perlu dipelajari, karena konsumen tidak dilahirkan spontan mengenai nilai atau norma kehidupan sosial mereka, tetapi mereka harus belajar tentang apa yang diterima dari keluarga dan teman-temannya. Anak menerima nilai dalam perilaku mereka dari orang tua , guru dan teman-teman di lingkungan mereka. Namun dengan kemajuan zaman yang sekarang ini banyak produk diarahkan pada kepraktisan, misal anak-anak sekarang lebih suka makanan siap saji seperti Chicken Nugget, Sossis, dan lain-lainnya karena kemudahan dalam terutama bagi wanita yang bekerja dan tidak memiliki waktu banyak untuk mengolah makanan.
Kebudayaan juga mengimplikasikan sebuah cara hidup yang dipelajari dan diwariskan, misalnya anak yang dibesarkan dalam nilai budaya di Indonesia harus hormat pada orang yang lebih tua, makan sambil duduk dsb. Sedangkan di Amerika lebih berorientasi pada budaya yang mengacu pada nilai-nilai di Amerika seperti kepraktisan, individualisme, dsb.
Budaya berkembang karena kita hidup bersama orang lain di masyarakat. Hidup dengan orang lain menimbulkan kebutuhan untuk menentukan perilaku apa saja yang dapat diterima semua anggota kelompok. Norma budaya dilandasi oleh nilai-nilai, keyakinan dan sikap yang dipegang oleh anggota kelompok masyarakat tertentu. Sistem nilai mempunyai dampak dalam perilaku membeli, misalnya orang yang memperhatikan masalah kesehatan akan membeli makanan yang tidak mengandung bahan yang merugikan kesehatannya.
Nilai memberi arah pengembangan norma, proses yang dijalani dalam mempelajari nilai dan norma disebut ”sosialisasi atau enkulturasi”. Enkulturasi menyebabkan budaya masyarakat tertentu akan bergerak dinamis mengikuti perkembangan zaman. Sebaliknya, bila masyarakat cenderung sulit menerima hal-hal baru dalam masyarakat dengan mempertahankan budaya lama disebut Accultiration.
Budaya pada gilirannya akan mempengaruhi pengembangan dalam implikasi pemasaran seperti perencanaan produk, promosi ,distribusi dan penetapan harga. Untuk mengembangkan strategi yang efektif pemasar perlu mengidentifikasi aspek-aspek penting kebudayaan dan memahami bagaimana mereka mempengaruhi konsumen. Sebagaimana strategi dalam penciptaan ragam produk , segmentasi pasar dan promosi yang dapat disesuaikan dengan budaya masyarakat.
Beberapa perubahan pemasaran yag dapat mempengaruhi kebudayaan, seperti :
1. Tekanan pada kualitas
2. Peranan wanita yang berubah
3. Perubahan kehidupan keluarga
4. Sikap yang berubah terhadap kerja dan kesenangan
5. Waktu senggang yang meningkat
6. Pembelian secara impulsif
7. Hasrat akan kenyamanan
sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar