Jumat, 26 April 2013

Indonesia Alami Defisit Perdagangan dan Lonjakan Inflasi

JAKARTA — Inflasi di Indonesia melonjak pada Maret, melewati target bank sentral dan menggarisbawahi kendala-kendala yang dihadapi Agus Martowardojo sebagai gubernur Bank Indonesia yang baru dan siapapun yang menggantikannya sebagai menteri keuangan.

Inflasi tahunan pada Maret mencapai 5,90 persen, naik dari 5,31 persen bulan sebelumnya.

Lonjakan tersebut, didorong oleh kenaikan harga makanan pokok, akan menambah tekanan pada bank sentral untuk meningkatkan tingkat bunga patokan pada rekor terendah atau meningkatkan Fasilitas Simpanan Bank Indonesia (FASBI) pada pertemuan kebijakan pada 11 April.

Para analis memperingatkan bahwa modal akan keluar dari Indonesia jika bank sentral mempertahankan tingkat kebijakan patokannya pada 5,75 persen, atau rekor terendah yang tidak berubah sejak Februari 2012. Mereka mengatakan peningkatan tingkat bunga akan mendorong rupiah, yang pada 2012 merupakan mata uang terlemah di Asia.

Inflasi pada Maret merupakan tertinggi sejak Mei 2011 dan di atas target Bank Indonesia pada kisaran 3,5-5,5 persen untuk tahun ini.

Kepada VOA di Jakarta, Selasa (2/4), pengamat pertanian dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Dedy Budiman Hakim mengatakan, sulit menghindari kenaikan inflasi sebelum pemerintah berupaya maksimal memperbaiki sektor pertanian.

“Pemerintah punya perhatian atau tidak untuk produksi pertanian. (Pertanian) belum dikembangkan dengan maksimal dan otomatis memiliki efek domino terhadap sektor-sektor lainnya. Sistem informasi pasar, distribusi, masalah harga, pemasok harusnya kan dipetakan pemerintah. Petani dikembangkan, diberdayakan, keran impor ditutup, produksi ditingkatkan,” ujarnya.

Dedy mengingatkan tingginya inflasi tidak saja terkait dengan masalah perekonomian melainkan juga berdampak negatif terhadap sosial politik di dalam negeri.

“Kalau inflasi terus daya beli masyarakat berkurang, seperti masyarakat yang pendapatannya sedikit kurang mengalami kesulitan konsumsi kan, bisa ke politik larinya dan munculah masalah sosial di Indonesia," ujarnya.

Sementara itu, Biro Pusat Statistik juga mengumumkan pada Senin (1/4) defisit perdagangan untuk Februari yang mencapai US$330 juta (Rp 3,2 triliun). Tingkat ekspor turun 4,5 persen dibandingkan Februari 2012. Terakhir kali Indonesia mengalami surplus perdagangan bulanan adalah pada September. (VOA/Reuters)

SUMBER :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar